Jihad Melawan Pemerintahan Yang Murtad

~
Oleh: Abdul Qodir bin Abdul Aziz

Jika kerajaan melakukan kekufuran dan ia mempertahankan diri dengan kekuatan, maka wajib memeranginya, dan peperangan ini adalah fardu 'ain yang lebih diutamakan dari pada yang lain.

A. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada para penguasa yang menjalankan pemerintahannya dengan selain syariat Islam di berbagai negeri kaum muslimin. Mereka itu kafir berdasarkan firman Allah:

"Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir." (QS. 5:44)

Dan juga firman Allah:

"Kemudian orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka." (QS. 6:1)

Dan berdasarkan ayat-ayat yang lain. Sedangkan kebanyakan mereka mangaku Islam, maka dengan demikian mereka murtad lantaran kekufuran mereka.

Dan pada hakikatnya para penguasa itu, selain mereka menjalankan undang-undang selain undang-undang yang diturunkan Allah, mereka juga membuat syariat bagi manusia sesuai dengan kemahuan mereka. Dengan demikian mereka mengangkat diri mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) bagi manusia selain Allah. Sebagaimana firman Allah:

"Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah,." (QS. 9:31)

Dengan demikian maka kekafiran mereka bertumpuk-tumpuk, selain mereka juga menghalang-halangi manusia dari jalan Allah.

Dan permasalahan ini telah saya jabarkan dalam risalah yang lain yang berjudul "Risalah Da'watut Tauhid". Dalam buku itu saya jawab sanggahan-sanggahan yang terdapat pada seputar ayat dalam surat Al-Maidah, yang berbunyi:


"Dan barang siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka itu orang-orang yang kafir."

Di sana saya terangkan bahawa ayat ini merupakan nas secara umum dipandang dari berbagai segi. Dan sesungguhnya kafir yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah kufur akbar. Dan apabila perkataan para sahabat jika saling berselisih dalam menafsirkan sebuah ayat, maka kita pilih yang dikuatkan oleh dalil dari Al-Quran dan As-Sunnah, sebagai mana hal itu ditetapkan dalam usul fekah. Dan saya jelaskan pula, bahawa apa yang berlaku di kebanyakan negeri kaum muslimin sekarang ini sama dengan kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut, iaitu menghapuskan undang-undang syariat serta membuat undang-undang baru yang dijadikan syariat baru yang harus diikuti oleh manusia. Sebagai mana orang Yahudi memadam undang-undang Taurot yang berupa merejam orang yang berzina, lalu mereka membuat undang-undang sebagai pengganti. Dan saya sebutkan dalam risalah tersebut bahawa kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat itu secara qoth'i masuk ke dalam pengertian ayat, sebagaimana yang ditetapkan dalam usul fekah. Dan inilah yang disinggung oleh Isma'l Al-Qodli sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar: Isma'il Al-Qodli mengatakan dalam kitab Ahkamul Quran, setelah ia menceritakan perselisihan pendapat tentang dzohinya ayat, ia menunjukkan bahawa barangsiapa melakukan sebagaimana yang mereka lakukan , dan membuat sebuah undang-undang yang menyelisihi undang-undang Allah, lalu undang-undang yang ia buat itu dia jadikan ajaran yang diamalkan, maka dia juga mendapatkan ancaman yang tersebut dalam ayat tersebut sebagaimana yang mereka dapatkan. Baik orang itu hakim atau yang lain. (Fathul Bari XIII/120)

Maka semua orang yang ikut serta dalam membuat undang-undang positif itu atau memutuskan sesuatu perkara dengan menggunakan undang-undang tersebut, maka ia kafir, kufur akbar, ia keluar dari agama Islam, walaupun dia melakukan rukun Islam yang lima dan amalan yang lain. Dan inilah yang ditetapkan oleh kebanyakan ulama ¯ \ mu'ashirin (masa sekarang), sebagaimana yang saya nukil dalam kitab ini (Al-Jami · Pada bab III dari Ahmad Syakir, Muhammad Hamid Al-Faqi dan Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh.

Dan telah saya sebutkan dalam risalah tersebut di atas, siapa saja yang masuk dalam pengertian hakim · secara syar'i.

B. Penguasa murtad ini jika tidak mempunyai kekuatan, maka wajib untuk dipecat dengan segera, lalu dihadapkan ke qodli (hakim syar'y). Jika dia tidak mahu bertaubat, maka dia dibunuh. Dan jika dia bertaubat dia tidak memegang kekuasaannya kembali, sebagaimana sunnah Abu Bakar dan Umar ra. Sedangkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam., Bersabda:

"Hendaknya kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khalifah risyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham. "Hadis ini diriwayatkan At-Tirmidzi, dan beliau menshohihkan hadis ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: 'Umar, bahkan begitu juga Abu Bakar tidak pernah mengangkat pegawai yang menguruskan urusan kaum muslimin, seorang munafik, atau dari kerabat beliau berdua, dan beliau berdua tidak terpengaruh oleh celaan orang. Bahkan ketika keduanya memerang orang-orang murtad dan mengembalikan mereka ke dalam Islam, mereka dilarang untuk menunggang kuda dan membawa senjata, sampai nampak ketulusan taubat mereka. Dan Umar pernah berkata kepada Sa'ad bin Abi Waqosh yang menjabat sebagai gabenor Iraq; Jangan kau angkat seorangpun dari sebagai pegawai, dan jangan kau mintai pendapat dalam urusan perang. Sesungguhnya mereka itu adalah para pemuka seperti Thulaihah Al-Asadi, Al-Aqro · bin Habis, Uyainah bin Hish-n dan Al-Asy'ats bin Qais Al-Kindi. Orang-orang semacam mereka ini ketika dikhuatiri oleh Abu Bakar dan Umar ada sifat kemunafikan pada mereka, maka mereka tidak diberi jawatan untuk memegang urusan kaum muslimin. · (Majmu · Fatawa XXXV/65).

C. Jika penguasa yang murtad itu mempertahankan diri dengan sebuah kumpulan yang berperang membelanya, maka mereka wajib diperangi. Dan setiap orang yang berperang membelanya ia kafir sebagaimana penguasa itu. Berdasarkan firman Allah;

"Dan sesiapa yang berwala · kepada mereka, maka dia termasuk golongan mereka." (Al-Maidah: 51)

Sedangkan kata sesiapa · dalam ayat ini adalah bentuk kata yang bersifat umum merangkumi sesiapa sahaja yang berwala · kepada orang kafir dan menolongnya baik dengan perkataan atau perbuatan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan yang lain mengatakan tentang hal-hal yang membatalkan Islam, (di antaranya ialah): menolong dan membantu orang-orang musyrik di dalam menghadapi kaum muslimin, dan dalilnya adalah:

Dan sesiapa yang berwala · kepada mereka, maka dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim. · (Al-Maidah: 51)

(Majmu'atut Tauhid tulisan Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 38)

Maka orang-orang murtad itu diperangi meskipun mereka mengucapkan dua kalimah syahadah dan menampakkan beberapa syiar Islam, kerana mereka melakukan perbuatan yang membatalkan pokok agama Islam. Allah berfirman:

"Orang-orang yang beriman, berperang pada jalan Allah, dan orang-orang yang kafir pula berperang di jalan thaghut." (QS. 4:76)

Maka setiap orang yang menolong orang kafir, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan dalam rangka membela kafir, maka ia kafir juga. Dan ini merupakan undang-undang secara dzohir di dunia bagi orang yang mempertahankan diri dari kekuatan orang-orang yang beriman dan berjihad (mukminin mujahidin). Dan boleh jadi ia dalam hatinya masih muslim, kerana mungkin masih terdapat penghalang kekafiran padanya, atau terdapat syubhat atau yang lain. Namun hal ini tidak menghalang untuk menvonis kafir kerana pada orang tersebut terdapat penyebab yang menuntut untuk dikafirkan. Dan inilah sunnah yang berlaku dalam menvonis orang-orang yang mumtani · (mempertahankan diri). Permasalahan ini telah saya jabarkan dalam risalah yang lain. Dan ilmu tentang ini harus disebar luaskan dikalangan manusia, supaya orang yang celaka ia celakan dengan jelas dan orang yang selamat ia selamat digunakan dengan jelas.

D. Adapun dalil yang menjadi landasan untuk memberontak kepada pemerintah jika ia kafir adalah hadis Ubadah ibnush Shomit Radliyallahu 'anhu,:


"Rasulullah memanggil kami, lalu kami berbai'at kepadanya untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan senang atau tidak senang, baik dalam keadaan susah atau mudah, dan baik pemimpin itu lebih mengutamakan dirinya. Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya. · Baginda bersabda: · I> Kecuali jika kamu melihat kekufuran yang nyata yang kamu mempunyai alasan dari Allah. "(Hadis ini Muttafaq 'alaih sedangkan lafadznya menggunakan lafaz Muslim).

An-Nawawi berkata: berkata Al-Qodli 'Iyadl; para ulama berijma' bahawasanya kepimpinan itu tidak boleh diberikan kepada orang kafir. Dan jika seorang pemimpin itu kafir, ia dipecat - sampai perkataannya - jika pemimpin itu kafir, atau menggantikan syari'at atau dia berbuat bid'ah, maka gugurlah kekuasaannya dan gugur pula kewajipan taat kepadanya. Dan kaum muslimin wajib untuk mencopot kekuasaannya lalu menggantikannya dengan imam yang 'adil jika hal itu memungkinkan. Dan jika hal itu hanya boleh dilakukan oleh sekelompok orang, maka wajib kumpulan itu untuk menggulingkan penguasa yang kafir. Sedangkan pemimpin yang melakukan bid'ah tidak wajib digulingkan kecuali jika mereka menjangkakan mampu untuk menggulingkannya. Namun jika mereka benar-benar tidak mampu, maka mereka tidak wajib melaksanakannya, dan orang Islam harus berhijroh dari negerinya itu ke negeri lain untuk menyelamatkan agamanya. · (Shohih Muslim Bisyarhin Nawawi XII/229).

Saya katakan; Ijma · yang disebutkan oleh Al-Qodli 'Iyadl ini juga dinukil oleh Ibnu Hajar dari Ibnu Bathol (Fathul Bari XIII / 7), dan dari Ibnut Tin dan Ad-Dawudi (Fathul Bari XIII / 8) dan dari Ibnut Tin ( Fathul Bari XIII/116) dan Ibnu Hajar sendiri menyatakannya (Fathul Bari XIII/123).

E. Jika kaum muslimin tidak mampu melaksanakannya, maka wajib untuk melakukan persiapan (I'dad). Ibnu Taimiyah berkata: sebagaimana mengadakan persiapan untuk berjihad dengan mempersiapkan kekuatan dan kuda yang terikat itu wajib ketika jihad tidak mampu dilaksanakan kerana lemah. Kerana sesungguhnya kewajipan yang tidak boleh sempurna kecuali dengan sebuah sarana, maka sarana itupun hukumnya juga wajib. · (Majmu · Fatawa XXVIII/259). Dan Allah berfirman:

"Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahawa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak akan dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi "(QS. 8:59-60)

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam., Bersabda:

"Ingatlah bahawa kekuatan itu adalah melempar." Beliau mengatakan tiga kali. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dari Uqbah bin Amir.

Saya katakan; dari pembahasan di atas dapat diketahui bahawa kewajipan kaum muslimin terhadap para thogut itu telah ditetapkan berlandaskan nas syar'i, sehingga tidak boleh seorang muslim keluar dari ketetapan itu. Nash itu adalah:

"Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya."
Baginda bersabda:

"Kecuali jika kamu melihat kekufuran yang nyata yang kamu mempunyai alasan dari Allah."

Dan telah terjadi ijma 'atas wajibnya memberontak mereka, sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Dengan demikian maka tidak dibenarkan untuk berijtihad dalam masalah cara untuk menghadapi para thoghut itu, kerana ada nas dan ijma 'dalam masalah itu. Dan sesungguhnya orang yang berijtihad dalam permasalahan ini yang mana masalah ini telah ada nas dan ijma 'maka orang tersebut telah benar-benar sesat. Sebagaimana orang yang berusaha untuk merealisasikan syari'at Islam melalui kesyirikan parlimen dan cara yang semacam itu. Jika ada orang yang mengatakan bahawa ketidak mampuan menghalang kita untuk memberontak, maka kami katakan kepadanya, sesungguhnya kewajipan kita ketika tidak mampu adalah melakukan persiapan, bukan mengikuti mereka dalam kesyirikan parlimen mereka. Dan jika benar-benar tidak mampu maka wajib untuk hijroh. Dan jika tidak mampu untuk hijroh maka tinggallah dia sebagaimana orang yang lemah yang tunduk berdoa kepada Allah,:

"Orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita mahupun anak-anak yang semuanya berdoa:" Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau ". (QS. 4:75)

Dan seorang Muslim tidak akan ikut dalam parlimen undang-undang mereka. Karena ikut serta di dalamnya bererti rela dengan sistem demokrasi yang menjadikan kedaulatan di tangan rakyat. Ertinya pendapat majoriti rakyat itulah yang menjadi syari'at yang harus diikuti oleh umat. Ini adalah kekufuran yang disebutkan dalam firman Allah:


"Dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Robb selain Allah. "(QS. 3:64)

Ahli-ahli parlimen ini adalah Robb-robb (tuhan-tuhan) yang disebutkan dalam ayat ini, dan ini adalah kekafiran. Dan barang siapa yang tidak mengetahui hal ini wajib untuk diberi tahu. Allah berfirman:

Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Quran bahawa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diejek-ejek (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain.


Kerana sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. · (QS. 4:140)

Jadi, barang siapa yang duduk bersama mereka dan menyaksikan kekufuran mereka, maka ia kafir seperti mereka.

F. Jihad melawan kerajaan murtad dan para pembelanya tersebut hukumnya adalah fardu 'ain, wajib setiap muslim untuk melaksanakannya kecuali orang yang mempunyai udzur syar'i. Dan telah saya jelaskan dahulu bahawa jihad itu fardu 'ain dalam tiga keadaan. Di antaranya adalah jika musuh menduduki negeri kaum muslimin. Dan begitulah keadaan orang-orang murtad yang berkuasa ke atas kaum muslimin. Mereka adalah musuh yang kafir yang menduduki negeri kaum muslimin. Dengan demikian maka memerangi mereka hukumnya adalah fardu 'ain. Oleh kerana itu Al-Qodli 'Iyadl mengatakan: wajib bagi setiap muslim untuk melaksanakannya. · Sedangkan perkataan Ibnu Hajar lebih jelas dalam menjelaskan keumuman kewajiban itu, ia berkata: ringkasnya bahawa penguasa itu dipecat jika melakukan kekufuran menurut ijma · Maka wajib kepada setiap muslim untuk melaksanakan hal itu. · (Fathul Bari XIII/123)

Dan inilah pengertian hadith Ubadah bin Shomit ra. Saya katakan; Kewajipan setiap muslim untuk berjihad melawan para thoghut itu merupakan ilmu yang harus disebar luaskan di kalangan kaum muslimin secara umum. Supaya setiap orang Islam mengetahui bahawa mereka secara peribadi diperintahkan Robbnya untuk memerangi kerajaan tersebut. Sesungguhnya para thoghut itu telah membuat pemisah yang mematikan antara orang Islam yang awam dan antara orang-orang Islam yang multazimin (berpegang teguh dengan agamanya), supaya para thoghut itu boleh menekan orang-orang multazimin (yang berpegang teguh dengan agamanya) ditengah-tengah kebodohan dan sikap diam orang awam. Pada saat semua orang awam tersebut mendapatkan perintah yang sama, selama dia sebagai orang Islam walaupun dia orang fasik dan melakukan dosa-dosa besar. Kerana kefasikan itu tidak dapat menggugurkan kewajipan syar'y jihad (lihat lampiran ke 4). Maka orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya harus menghancurkan sekatan yang mengasingkan mereka dari orang awam, dengan cara mengajar jihad ini kepada mereka secara dakwah individu dan dakwah umum. Supaya jihad itu menjadi permasalah seluruh kaum muslimin dan bukan hanya menjadi permasalahan jamaah-jamaah tertentu yang boleh dimusnahkan dalam masa sehari semalam. Dan agar jihad ini berubah menjadi permasalahan orang awam, yang sebelumnya hanya menjadi permasalahan orang tertentu. Dengan demikian bencana itu akan berbalik kepada para thoghut dan para pembelanya, sehingga mereka akan dipisahkan setelah tersingkap kekafiran dan kejahatannya.
Allah berfirman:


"Dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu." (QS. 2:191)

Dan Allah mengatakan kepada NabiNya:

"Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu." Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dari Irbadl bin Himar.

Sebagaimana para thoghut itu mengusir orang-orang yang komitmen dengan agama mereka dari kalangan orang-orang umum, dengan propaganda dan mengatakan mereka sebagai orang yang bodoh terhadap agama mereka, maka orang-orang komitmen dengan agama mereka haruslah juga mengasingkan para thoghut itu dari kalangan orang umum, dengan cara menyebarluaskan ilmu syar'i dan kewajipan untuk berjihad melawan mereka. Sebagaimana para thoghut itu memboikot harta dan mengecilkan sumber penghidupan mereka, sebagaimana firman Allah:


"(Juga) bagi orang-orang faqir yang berhijrah, yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka," (QS. 59:8)

Maka wajib juga terhadap orang-orang yang komitmen terhadap agama mereka untuk mengusir para thoghut itu dari harta yang digunakan untuk menguatkan tentera mereka yang mereka gunakan untuk memerangi Allah dan RosulNya. Oleh kerana itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam., Mendo'akan bencana ke atas orang-orang Quraisy yang berada di Al-Muja'ah. Dalam hal ini Abdullah bin Mas'ud berkata:

"Sesungguhnya orang-orang Quraisy ketika mereka mengalahkan nabi, beliau berdoa; Ya Allah bantulah aku menghadapi mereka dengan menimpakan paceklik sebagaimana yang Engkau timpakan pada masa Yusuf. Maka orang quraisy pun tertimpa paceklik sampai-sampai mereka maka tulang dan bangkai pada masa itu. "

Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 4822.
Dan haram bagi orang Islam untuk membayar harta mereka kepada para thoghut itu dalam bentuk apapun seperti cukai dan lain-lain, kecuali darurat atau mukroh (dipaksa).

Allah berfirman:

"Dan janganlah kamu saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan." (Al-Maidah: 2)

Dan Allah berfirman:

"Dan janganlah kau berikan harta kalian kepada sufaha · (orang-orang bodoh)." (An-Nisa · 5)

Dan harus diketahui, bahawa kerajaan thoghut dan undang-undangnya itu tidak syah secara syar'i. Sungguh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam., Telah bersabda:

"Sesiapa yang beramal dengan amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan itu tertolak." (Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim).

Hal ini telah saya sebutkan dalam perbahasan dasar-dasar berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah dalam dasar yang keenam. Dan wajib pula bagi kaum muslimin untuk menguasai harta orang-orang kafir dengan paksaan (sebagai ghonimah) atau dengan tipu daya dan yang lain (sebagai fai '. Dan Rasulullah telah keluar untuk menguasai harta orang-orang Quraisy untuk dipergunakan kaum muslimin, maka terjadilah perang Badar. Kesimpulannya secara umum adalah hendaknya permasalahan jihad itu dirubah dari permasalahan orang-rang tertentu menjadi permasalahan umum. Kerana menyekat jihad dalam permasalahan orang-orang tertentu tidak akan mendatangkan perubahan yang diharapkan kerana hal ini bertentangan dengan kaedah yang tidak akan berubah:

"Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (Ar-Ro'd: 11)

Hal ini bukan bererti semua rakyat harus ikut serta dalam permasalahan ini, kerana hal ini tidak mungkin. Akan tetapi yang diharapan adalah hendaknya dilaksanakan oleh sejumlah orang yang membina kekuatan yang mampu untuk melaksanakan pemerintahan Islam kemudian menjaganya dari musuh-musuh yang berada di dalam dan di luar. Adapun yang lain cukup untuk menjadi penyokong atau minimal menjadi orang yang neutral, sampai kebenaran itu jelas bagi mereka. Dan wajib pula untuk menyedarkan orang awam, jika mereka tidak boleh memberikan peranan positif maka jangan sampai mereka memberikan peranan negatif. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak memberikan bantuan kepada para thoghut, dan meningkatkan pertentangan terhadap thoghut. Lalu akan meningkat pula keganasan dan gangguan mereka terhadap orang-orang yang beriman. Dengan demikian permasalahan jihad ini setiap hari akan memasuki rumah baru dari rumah-rumah kaum muslimin, yang akan mendapatkan para pembela baru sampai datang janji Allah, sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janjiNya. Allah berfirman:

"Dan Kami hendak memberi kurnia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan Kami akan memperlihatkan kepada Fir 'aun dan Haman bersama-sama tenteranya apa yang selalu mereka khawatirkan. "(QS. 28: 5-6)

G. Memerangi para penguasa murtad itu lebih diutamakan dari pada memerangi orang-orang yang kafir asli (yang kafir bukan kerana disebabkan murtad-pent.) Seperti yahudi, nasrani dan penyembah berhala. Hal ini dilihat dari tiga sisi:

  1. Jihad semacam ini merupakan Jihadu daf'i (defensif) yang hukumnya adalah fardu 'ain, sehingga jihad semacam ini lebih diutamakan daripada jihaduth tholab (ofensif). Jihad ini adalah Jihadu daf'i kerana para penguasa tersebut adalah orang-orang kafir yang menguasai negeri kaum muslimin. Ibnu Taimiyah berkata: Adapun qitalu daf'i, perang ini merupakan yang paling besar dalam rangka melawan penyerang yang merosakkan agama dan dunia. Tidak ada yang lebih wajib setelah beriman selain melawannya. Tidak disyaratkan lagi dengan syarat apapun, akan tetapi mereka dilawan sesuai dengan kemampuan. · (Al-Ikhtiyarot Al-Fiqhiyah, hal 309). Dan disebutkan pada faqroh ke 7 bahawa jihad menjadi fardu 'ain ketika musuh menduduki negeri kaum muslimin.
  2. Mereka adalah orang-orang murtad, dan telah berlalu penjelasannya dalam Faqroh ke 14, bahawa memerangi orang murtad itu lebih diutamakan dari pada memerangi orang kafir asli.
  3. Mereka adalah musuh yang paling dekat dengan kaum muslimin, dan yang paling besar bahaya dan fitnahnya, dan juga berlandaskan firman Allah:

Wahai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, · QS. 9:123)


Dinukil dari: http://www.muharridh.com