Konsep Kerahasiaan Dalam Dakwah dan Jihad

~
Oleh:  Budi Yahya (Aktivis Syabab Institut)

Jenderal Mahmud Syaith Khathab, mantan perwira tinggi militer Syria, pernah mengungkapkan komentar dan kekaguman beliau seputar strategi perang Rasulullah. Dalam karyanya “Rasulullah Qaid”, pada bab Fathu Makkah, beliau menyatakan bahwa salah satu factor kunci kemenangan kaum muslimin adalah unsure kejutan kepada musuh dan komitmen menjaga rahasia tingkat tinggi yang diperagakan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum.
Lain dari itu, dalam buku kecil “Kitman” beliau menyebutkan, bahwa salah satu sebab kekalahan kaum muslimin dalam perang enam hari melawan Israel tahun 1967 adalah lemahnya kaum muslimin dalam menjaga rahasia militer. Sehingga intel Israel dapat meraup info strategis seputar detail kekuatan militer bangsa Arab saat itu.

Dua kondisi beda masa ini, pernah terjadi dalam sejarah kaum muslimin. Disatu sisi, unsur siriyah (kerahasiaan) memegang peran kunci. Keberhasilan sebuah peperangan terkait erat dengan kejelian mengatur strategi, menyembunyikan rahasia dan efek kejut yang tidak diduga oleh musuh.
Namun perlu diingat, semua kisah diatas hanyalah sepenggal roman dalam dunia militer. Satu pertanyaan menggelitik, bisakah konsep siriyah diterapkan dalam ranah dakwah ?
Kalaupun bisa, sebatas apa penerapan siriyah dalam dakwah ?. Adakah kesamaan tabiat antara keduanya ?.
Syaikh Abdul Qadir bin Abdul Aziz dalam bukunya “Al Umdah fi I’dadil ‘Uddah” membagi kajian siriyah dalam dua tema. Yaitu Siriyah dalam Dakwah dan Siriyah dalam Perang.

1. Konsep Dakwah. Siriyah ataukah Jahriyah ?
Tabiat dakwah Islam adalah Jahriyah dan terang-terangan. Karena dakwah islam adalah dakwah bagi seluruh alam dan semua makhluk.
Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Maidah : 67).

Imam Al Qurthuby dalam tafsirnya, mengutip perkataan Ibnu Abbas tentang ayat ini, “Makna ayat ini adalah sampaikanlah semua yang diturunkan Rabb-mu kepadamu, bila engkau menyembunyikan sesuatu darinya, maka engkau tidak menyampaikan risalah. Ini adalah bentuk ta’dib (pelajaran) bagi Nabi dan para pengusung ilmu untuk tidak menyembunyikan sedikitpun syari’at Allah”.[1]
Rasulullah sendiri tidak menampakkan dakwah beliau hingga diizinkan oleh Allah.
Allah juga berfirman :

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Al-Isra’ : 110).

Imam Al-Bukhari menjelaskan, ayat ini diturunkan sedangkan Rasulullah di Makkah dan masih menyembunyikan dakwah beliau.
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam syarhnya mengatakan, “Merahasiakan dakwah di Makkah adalah dimasa awal Islam”.
Allah berfirman :

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (Al-Hijr : 94).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan : “Dari Abdullah bin Mas’ud beliau berkata : “Nabi masih merahasiakan dakwahnya hingga turunnya ayat ini.”[2]
-          Menyembunyikan Keislaman
Allah berfirman :
وَقَالَ رَجُلٌ مُؤْمِنٌ مِنْ آَلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ إِيمَانَهُ
“Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir’aun yang menyembunyikan imannya berkata…  (Ghafir : 28).
Imam At Thabary berkata, “Laki-laki yang menyembunyikan imannya karena takut kepada Fir’aun atas keselamatan jiwanya.”[3]
Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi :

وَكَذَلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْ قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا (19) إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا (20)

“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun (19) Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama lamanya.” (Al-Kahfi : 19-20).

Dari Ibnu Abbas beliau berkata, Rasululullah berkata kepada Al-Miqdad : “Jika seseorang hidup bersama orang-orang kafir, yang bila menampakkan imannya, pastilah mereka membunuhnya. Begitulah keadaanmu yang menyembunyikan iman ketika engkau di Makkah”.[4]

Dalam kisah keislaman Abu Dzar Al-Ghifari. Beliau menemui Rasulullah dan berkata : “Tunjukkan Islam kepadaku”. Kemudian Rasulullah mengajarinya tentang islam. Abu Dzar berkata : “Dan akupun masuk islam.” Rasulullah berkata kepadaku : “Wahai Abu Dzar, sembunyikan urusan keislamanmu ini dan kembalilah ke negerimu. Bila telah sampai padamu kabar terangnya urusan dien ini, maka terimalah.” Maka aku berkata, “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan Al-Haq, sungguh akan aku tampakkan urusan ini di depan kaumku.”[5]
Al-Hajjaj bin ‘Ilath menyembunyikan keislamannya dari penduduk Makkah. Beliau juga meminta izin kepada Rasulullah tentang urusannya ini. Untuk tidak menampakkan keislamannya hingga ia selesai mengumpulkan harta bendanya di Makkah.[6]

Imam Muslim meriwayatkan dalam Kitabul Iman :
Dari Hudzaifah berkata : “Kami bersama Rasulullah, beliau berkata : “Tunjukkan kepadaku, berapa kali kalian mengucapkan keislaman ?.” Kami berkata : “Wahai Rasulullah, apakah engkau mengkhawatirkan kami dan jumlah kami antara 600 hingga 700 orang ?.” Rasul menjawab : “Sesungguhnya kalian tidak akan tahu bila kalian di uji.” Hudzaifah berkata : “Dan benarlah, kami di uji hingga sebagian dari kami shalat dengan diam-diam.”
Dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan, “Sungguh aku melihat, bahwa kami di uji hingga sebagian kami shalat sendiri dalam ketakutan.”[7]

Imam An-Nawawi berkata : “Bisa jadi hal ini dikarenakan fitnah yang menimpa waktu itu.”
Dari semua kisah dan riwayat di atas, bisa diambil benang merah, bahwa menyembunyikan iman (dengan ungkapan lain melakukan siriyah) adalah sesuatu yang masyru’ untuk kondisi tertentu. Saat ujian dan fitnah yang dahsyat menerpa. Fitnah yang melahirkan ketakutan dan menyisakan penderitaan karena beratnya ancaman dan tekanan musuh-musuh Allah.

Namun yang perlu diingat, hanyasanya tabiat asli dakwah islam adalah Jahriyah. Kecuali dalam kondisi tertentu, maka tabiat asli Jahriyah dalam dakwah lebih diakhirkan demi menjaga maslahat yang lebih besar dan mendesak.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Siapapun kaum muslimin yang tinggal dalam satu wilayah atau masa dan kondisinya lemah, maka hendaknya ia mengamalkan ayat sabar, toleransi dan memaafkan siapa saja yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Yaitu Ahli Kitab dan orang musyrik. Sedangkan jika kondisi kuat, maka mengamalkan ayat-ayat perang terhadap dedengkot kekafiran yang menyerang dien  dan ayat-ayat qital atas Ahli Kitab hingga membayar jizyah sedang mereka dalam keadaan hina.[8]

2. Siriyah dalam Askari (militer)
Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, bahwa tabiat asli dakwah islam adalah jahriyah, karena ia adalah dakwah bagi seluruh alam. Kecuali dalam beberapa kondisi yang dikecualikan hingga terkadang menjadi dakwah sirri.
Adapun tabiat asli dalam urusan militer adalah sirriyah. Ini adalah menu wajib dalam setiap peperangan. Tuntutan yang selalu muncul adalah bagaimana menyembunyikan setiap gerakan, informasi, strategi, dan rahasia-rahasia militer. Semua ini perlu ditempuh untuk menghasilkan efek kejutan dan hantaman yang tepat atas sasaran musuh. Karena kejutan dan serangan yang tiba-tiba tanpa diketahui adalah penyebab kemenangan.
Beberapa dalil yang menguatkan :

1. Sabda Rasulullah :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَّمَا يُرِيدُ غَزْوَةً يَغْزُوهَا إِلَّا وَرَّى بِغَيْرِهَا حَتَّى كَانَتْ غَزْوَةُ تَبُوكَ فَغَزَاهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَرٍّ شَدِيدٍ وَاسْتَقْبَلَ سَفَرًا بَعِيدًا وَمَفَازًا وَاسْتَقْبَلَ غَزْوَ عَدُوٍّ كَثِيرٍ فَجَلَّى لِلْمُسْلِمِينَ أَمْرَهُمْ لِيَتَأَهَّبُوا أُهْبَةَ عَدُوِّهِمْ وَأَخْبَرَهُمْ بِوَجْهِهِ الَّذِي يُرِيدُ[9]

Artinya : “Adapun Rasulullah shalallahu aliahi wa sallam bila ingin keluar berperang, maka beliau menyembunyikan urusan dengan selainnya. Hingga perang Tabuk beliau lakukan dalam kondisi panas yang sangat, menempuh jarak yang jauh dan memayahkan serta menghadapi musuh yang banyak. Beliau hanya memerintahkan kaum muslimin untuk bersiap menghadapi musuh dan mengkhabarkan sesuatu yang beliau ingin.”
Hadits ini menunjukkan, betapa tabiat asli dalam urusan militer adalah siriyah. Faidah lainnya adalah seorang amir boleh memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap dan keluar menuju medan tempur, meski tanpa memberi tahu tujuannya kepada para pasukan.

Faidah selanjutnya adalah menyembunyikan informasi, tujuan, strategi, dan rahasia bukan hanya dari incaran musuh. Namun dari rekan sendiri juga perlu dirahasiakan. Supaya informasi tetap terjaga kerahasiaannya dan membatasinya agar hanya menyebar pada satu lingkup tertentu, sekaligus meminimalisir kemungkinan bocornya informasi kepada orang yang tidak berkompeten.
Sebuah pepatah mengatakan,
“Rahasiamu adalah harga darahmu, maka lihatlah dimana engkau menaruhnya.”

2.      Bai’at Aqabah yang juga dilakukan secara siriyah[10]
Bai’at Aqabah dilaksanakan secara rahasia. Pada bai’at Aqabah kedua, Rasulullah dan beberapa sahabat Madinah menjalin hubungan sembunyi-sembunyi di sebuah bukit di Aqabah pada pertengahan hari Tasyriq atau tatkala melempar Jumrah pertama setelah dari  Mina. Agar pertemuan lancar, harus dilaksanakan sembunyi-sembunyi pada malam hari yang gelap.[11]

3.      Hijrah Nabi
Dalil lain adalah peristiwa hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah yang dilakukan sembunyi-sembunyi.
Allah berfirman :

إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita…” (At-Taubah : 40).

Abu Bakar berkata : “Aku berkata kepada Rasulullah : ‘Kalau saja mereka melihat ke bawah kaki mereka, niscaya mereka akan mendapatkan kita.’ Rasulullah berkata : ‘Apa pendapatmu wahai Abu Bakar, jika ada dua orang sedangkan Allah menjadi yang ketiga ?.”
Nabi juga berkata kepada Suraqah bin Malik yang membuntuti hijrah beliau, “Rahasiakan urusan kami ini… !”

4.      Sariyah Abdullah bin Jahsy
Rasulullah menulis pesan kepada Abdullah bin Jahsy, sekaligus memerintahkan beliau untuk tidak membukanya hingga melalui dua hari perjalanan.

5.      Mata-mata dan spionase atas musuh
Telah menjadi sebuah kelaziman, dimana Rasulullah sering mengutus mata-mata untuk beberapa tugas. Seperti mencari informasi, melakukan penyergapan tersembunyi maupun menimbulkan perpecahan dan kekacauan dibarisan musuh. Sebagaimana beliau mengutus Hudzaifah untuk menyusup ke perkemahan pasukan Ahzab, juga Zubair bin Awwam sebagai spion seorang diri.

6.      Nu’aim bin Mas’ud merahasiakan keislamannya
Hal ini beliau lakukan untuk melicinkan misi dalam memecah belah dan mengadu domba antara musyrikin Quraisy dan Yahudi Bani Quraizhah dalam perang Ahzab.
Ibnu Ishaq mengatakan, “Nu’aim mendatangi Rasulullah dan berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sudah masuk islam dan kaumku belum mengetahui keislamanku. Maka perintahkanlah aku sesukamu.” Rasulullah bersabda : “Hanyasanya bagi kami, engkau adalah seorang lelaki. Maka hilangkanlah beban ini jika engkau mampu. Sesungguhnya perang adalah tipu daya.”[12]

Dakwah dan jihad ibarat dua sayap bagi seekor burung. Ia tidak akan terbang sempurna bila salah satu sayapnya terluka. Dakwah dan jihad dengan berbagai romantikanya, ternyata memiliki tabiat yang berbeda. Dakwah lebih bersifat jahriyah, sesuai dengan ruhnya sebagai rahmat bagi seluruh alam. Sementara sirriyah adalah tabiat asli dalam ranah militer.

Kesalahan dalam memahami dua tabiat ini, tentu menghasilkan ketimpangan dalam perjalanan Iqamatuddin. Karena hal ini berarti menaruh sesuatu tidak pada tempatnya. Ibarat seekor ikan yang ditiriskan di atas nampan kering. Sejenak ikan itu terlihat hidup, namun bukan untuk waktu yang lama. Jangan sampai sesuatu yang seharusnya diungkap dan diobral untuk kaum muslimin, hanya menjadi santapan pribadi lantaran beralasan siriyah. Atau sesuatu yang harus dirahasiakan, malah menjadi konsumsi orang banyak.
Wallahul Musta’an. 

[muslimdaily.net]