Syair Berdarah

~
Serpihan angin keasingan menerpa ksatria jihad dinegri Indonesia sejak gemuruh hati bergejolak memanaskan sumbu keimanan yang terpancar dari sudut kesedihan tak berujung, menyapu bersih kotoran kehinaan yang terselubung dibalik bingkai kepengecutan dari insane yang tak mempunyai sakit hati melihat camar yang biasa terbang bebas kini tertawan disangkar kezdaliman yang meluluh lantakan sendi kepiluan. Senjata dan belati terganti dengan pena dan kertas kemudian jari-jemari berceloteh menceritakan manisnya garam dan pahitnya madu.

Seonggok tubuh lemas dipapah oleh darah dan air mata menyisakan gumpalan kekecewaan dari desingan suara nyaring yang datang dari kesejukan alam kelalaian. Ujung jari, ujung rambut dan ujung kuku kini merasakan sakitnya sebuah penindasan. Kemudian suara lirih tanpa henti terus memuji sang pemilik Arsy yang agung. Ribuan tabib menawarkan obat mujarab yang diperoleh dari kotoran air sampah yang seolah-olah menyembuhkan, mata tidaklah buta hati tidaklah tertutup rasa tidaklak hilang untuk melihat keasliannya.

Aku akan bercengkrama dengan keasingan ditemani mataku yang selalu basah darahku yang terus mengucur. Wahai engaku yang melihat pajar bersinar dipagi hari, wahai engkau yang melihat rembulan bercahaya dimalam hari. Setiap pentas dijagad raya ini akan berahir setiap cerita pasti tamat. Sang pemilik alam akan menggulung jagad ini dalam genggaman tangan kanan-Nya yang perkasa.

Cobalah engkau melihat dengan kedipan matamu ummatmu digiring seperti gerombolan domba yang diarak menuju lapangan kemudian mereka dipaksa memakan sampah. Dipaksa meminum nanah yang diperah dari binatang yang sudah membusuk dan menjadi bangkai. Lihatlah dengan mata kaki yang menyapu pakaian keangkuhanmu berjalan melewati bau yang menyengat dari mayat-mayat saudaramu yang bergelimpangan, akan tetapi kusaksikan engkau berlari meninggalkan mayat saudaramu dalam keadaan hina menuju wewangian dan tumpukan harta. Menyesal sekali mata ini melihat engkau berlalu dengan menutup hidung dan mulutmu dan menyinkapkan kain kebesaranmu karena takut dihinggapi lalat-lalat yang mengerumi mayat saudaramu. Jika engkau tidak sudi dengan pemandangan ini maka berlalulah dicelah celah mayat ini.