Meninggikan Kalimatulloh

~

Kalimatulloh (Syahadah laa ilaaha illalloh) atau kalimah Alloh adalah kalimat yang paling tinggi. Tidak ada yang lebih tinggi melebihi kalimat ini. Sering juga disebut sebagai kalimah tauhid dan kalimah taqwa. Al-Qur’an menggambarkan kalimah tauhid ini sebagai kalimah toyyibah yaitu kalimah yang teguh dan kuat. Meninggikan kalimatulloh berarti meletakkan ketinggian itu pada tempat yang semestinya.

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Alloh telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (kalimah thoyyibah) seperti pohon yang baik, akarnya kuat, dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya.” (QS. Ibrahim: 24-25)

Islam dengan segala konsep dan hukumnya adalah manifestasi dari kalimat laa ilaaha illalloh. Islam sebagai dien mempunyai konsep yang jelas, lengkap dan dapat dibuktikan kebenarannya. Segala tata aturannya langsung berasal dari Alloh, Dzat yang paling mengetahui seluk-beluk kebutuhan manusia. Semua hukum Islam, apabila diterapkan dalam kehidupan, akan menghasilkan manfaat yang luar biasa.

Sedangkan konsep, sistem atau hukum selain Islam buatan manusia selalunya tidak lengkap, tidak jelas dan bersifat berubah atau sementara. Konsep Islam dilandasi oleh syahadat, sedangkan selain Islam landasannya adalah pemikiran jahiliyah. Pemikiran jahiliyah sebagai landasan dari konsep hukum selain Islam merupakan kalimat syirik yang menjadi saingan konsep, sistem dan hukum Islam.

Contoh konsep syirik jahili adalah materialisme, kapitalisme, komunisme, nasionalisme dan isme lainnya. Isme-isme ini tidak mempunyai landasan yang kuat dan efek penerapannya pun minim manfaat, bahkan madharatnya berkuadrat-kuadrat. Pantaslah Alloh Ta’ala menyebutnya sebagai kalimah khobitsah yang lemah dan tidak kuat.

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk (kalimah khobitsah) seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Alloh meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Alloh menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 26-27)

Pertempuran dua kalimat ini akan selalu mengabadi. Dari dulu sampai dengan hari ini bahkan nanti. Medan perangnya bernama da’wah. Semua nabi dan rasul datang untuk mengingatkan manusia agar kembali meninggikan kalimat Alloh dan menegakkan hukum-hukum-Nya serta meninggalkan segala kalimat syirik jahili yang bersumber dari hawa nafsu yang menyimpang.

Semua da’i mengorbankan segalanya demi tingginya kalimat ini. Sedang Iblis beserta bala tentaranya telah bersiap menghadang, memalingkan, bahkan merekrut sebanyak-banyaknya agar bergabung bersama mereka menghadang para pejuang tauhid. Di sini tidak ada logika penonton. Kalau tidak merekrut ya… terekrut.
Bukan hal yang mengherankan apabila perjuangan meninggikan kalimatulloh menemui banyak fitnah dan rintangan yang tak bertepi.

Upaya pemalingan dari kalimat agung nan indah ini pernah terjadi di zaman Rosululloh . Ibnu Hisyam menyebutkan, jika Rosululloh sedang duduk-duduk di majelis dalam rangka berwasiat tentang Alloh, mengingatkan manusia, maka seusai beliau melakukan itu, an-Nadhar berkata kepada orang-orang, “Demi Alloh ucapan Muhammad tersebut tidak lebih baik dari ucapakanku ini.” Kemudian dia mengisahkan kepada mereka cerita raja-raja Persia, Rustum, dan Asvandiar.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, an-Nadhar membeli seorang budak perempuan. Maka, setiap dia mendengar ada seseorang yang tertarik terhadap Islam, dia segera menggandeng-nya menuju budak perempuannya tersebut, lalu berkata kepada budak perempuannya, “Hidangkanlah untuknya makanan serta bernyanyilah untuknya. Ini adalah lebih baik dari apa yang ditawarkan oleh Muhammad kepadamu.” Maka turunlah firman Alloh :

“Dan diantara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan manusia dari jalan Alloh.” (QS. Luqman: 6)

Nabi Musa ketika memperjuangkan kalimat ini di depan tirani zaman itu, malah difitnah. Alloh menyebutkan pernyataan Fir’aun:

“Biarkanlah aku membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Rabb-nya karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi.”

Lihat, thogut zaman itu tiba-tiba begitu peduli dengan keamanan dan agama rakyatnya. Padahal, sebelumnya, dia lah perusak agama dan pembuat onar. Fakta diputarbalikkan, disebut Musa-lah yg menukar agama mereka dan mengajak untuk membuat kerusakan. Dari rekaman sejarah di dalam al-Quran ini jelas sudah bahwa salah satu cara para penguasa diktator untuk menghancurkan gerak da’wah Islamiyah adalah dengan membuat opini seolah-olah para dai merupakan bagian dari orang-orang yang mengajak pada kehancuran dan kebinasaan.

Usaha-usaha tersebut menjadi semakin mulus dengan dukungan media informasi yang ada dalam genggaman mereka. Sementara umat masih dalam kebodohannya karena da’wah belum seluruhnya menyentuh kehidupan mereka. Pada akhirnya penguasa semakin leluasa menggebuk dan menghancurkan para dai.

Fenomena semacam ini terus berulang dari zaman ke zaman dalam bentuk dan sarana yang bermacam-macam. Maka bagi para dai yg ikhlas harus berupaya mengantisipasi kenyataan-kenyataan tersebut sebagaimana kemampuan Musa membendung kekuatan Fir’aun. Babak akhir menentukan Musa tampil menjadi pemenang dalam memperjuangkan kalimatullah.

Perjuangan dan pergerakan menuju cahaya illahi, demi tegaknya Islam menjadi rahmatan lil alamin yang akan menguasai dunia dengan keselamatan dan kemuliannya tidak akan pernah berhenti. Sebab Islam adalah Way Of Life, Islam adalah Problem Solving, Islam adalah sebuah Ideologi. Dengan Islam kita semua akan menjadi mulia. Kita umat yang mulia dengan Islam. Mari kita berjuang bersama demi tegaknya hukum Alloh dengan Islam.

Hidup merupakan pertarungan pemikiran, pertarungan keyakinan, pertarungan antara keimanan dan kekufuran. Maka jiwa harus mantap dengan keyakinan untuk meninggikan kalimat Alloh, untuk menjadikan agama hanya untuk Alloh, untuk menjadikan hukum-hukum hanya kepada Alloh, supaya tidak ada sekutu yang disembah, supaya tidak ada seorang pun yang disembah selain Dia, supaya ketundukan kepada syari’at Alloh menjadi sempurna. Dengan makna ini tentu merupakan pertarungan segala aspek, sebab mewajibkan agar tidak boleh ada pengaturan seluruh urusan manusia kecuali syari’at Islam.

Pejuang agama tauhid adalah mujahidnya Alloh, dengan jihad umat Islam akan mulia, ditakuti dan disegani oleh musuh-musuh islam. Tapi sayang, umat zaman sekarang telah banyak yang terpedaya oleh manisnya kata Demokrasi, kebebasan, dan paham sesat lainnya yang sengaja ditiupkan langsung kepada hati dan pemikiran umat Islam.

Banyak hal yang patut kita renungkan, bagi diri kita, anak-anak kita dan umat kita. Banyak hal yang harus kita kerjakan. Semuanya agar mereka kelak dapat meninggikan kalimat Alloh di muka bumi. Sesungguhnya, jika kita dan umat kita meninggikan kalimat Alloh di muka bumi, maka Alloh akan meninggikan martabat mereka di hadapan manusia di seluruh dunia. Lebih-lebih di hadapan orang-orang kafir dan musyrik.

Kita lihat Rosululloh setelah mendirikan negara Islam di Madinah al-Munawarah dan memancangkan tiang-tiang negara, beliau kemudian mengutus utusan-utusan kepada para raja dan menyeru mereka (para raja itu) kepada Islam.

Kita lihat Rosululloh dan para Khalifah sesudah beliau mengutus para pengemban da’wah, para mujahidin dan pasukan untuk menyeru manusia kepada iman untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya dan berperang untuk menundukkan berbagai negeri dan para penduduknya kepada kekuasaan Islam. Hal itu merupakan da’wah untuk menjadikan penghambaan hanyalah kepada Alloh dan penentuan hukum hanyalah bagi Alloh. Kita adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk seluruh ummat manusia, pengikut Muhammad , nabi akhir zaman, dan pemimpin para mujahid.

Hai, kaum muslimin pelopor kebangkitan Islam. Di tanganmulah kebangkitan Islam akan tercapai, dan kemuliaan islampun juga ada ditanganmu.

“Siapa saja yang berperang agar kalimat Alloh menjadi satu-satunya yang tinggi, itulah fi sabilillah” (HR. Bukhori Muslim)

Sumber : Intisari HASMI